Berita  

Upaya pengurangan emisi karbon dan target nasional

Menuju Bumi Lestari: Upaya Komprehensif dan Target Nasional Indonesia dalam Pengurangan Emisi Karbon

Perubahan iklim telah menjadi salah satu tantangan paling mendesak yang dihadapi umat manusia di abad ke-21. Kenaikan suhu global, cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi, kenaikan permukaan air laut, dan ancaman terhadap keanekaragaman hayati hanyalah beberapa dari dampak nyata yang diakibatkan oleh akumulasi gas rumah kaca (GRK), terutama karbon dioksida (CO2), di atmosfer. Sebagai negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki populasi besar, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, namun pada saat yang sama, juga memegang peran krusial dalam upaya mitigasi global. Artikel ini akan mengulas secara mendalam upaya komprehensif yang dilakukan Indonesia dalam mengurangi emisi karbon, serta menyoroti target nasional yang ambisius untuk mencapai masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Akar Masalah Emisi Karbon di Indonesia

Sebelum membahas upaya mitigasi, penting untuk memahami sumber-sumber utama emisi karbon di Indonesia. Secara garis besar, sektor-sektor penyumbang emisi terbesar adalah:

  1. Penggunaan Lahan, Perubahan Penggunaan Lahan, dan Kehutanan (Land Use, Land-Use Change, and Forestry – LULUCF): Sektor ini secara historis menjadi kontributor emisi terbesar di Indonesia, terutama akibat deforestasi, degradasi hutan, dan kebakaran lahan gambut. Pelepasan karbon dari pembukaan lahan gambut untuk pertanian atau perkebunan, serta pembakaran hutan, melepaskan sejumlah besar CO2 yang tersimpan di biomassa dan tanah.
  2. Sektor Energi: Pembangkit listrik tenaga batu bara yang dominan, serta konsumsi bahan bakar fosil di sektor transportasi dan industri, menjadi penyumbang emisi yang signifikan dan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan populasi.
  3. Sektor Industri: Proses produksi di berbagai industri, seperti semen, baja, dan pupuk, seringkali melibatkan reaksi kimia yang melepaskan GRK, di samping emisi dari konsumsi energi.
  4. Sektor Limbah: Pengelolaan limbah padat dan cair yang tidak memadai menghasilkan emisi metana (CH4), GRK yang memiliki potensi pemanasan global lebih tinggi dibandingkan CO2.
  5. Sektor Pertanian: Praktik pertanian tertentu, seperti budidaya padi sawah dan peternakan, juga menghasilkan emisi metana dan dinitrogen oksida (N2O).

Mengingat kompleksitas dan skala sumber emisi ini, Indonesia telah menyadari urgensi untuk mengambil tindakan proaktif dan terkoordinasi.

Upaya Komprehensif Pengurangan Emisi Karbon

Pemerintah Indonesia, bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, telah meluncurkan serangkaian program dan kebijakan untuk mengatasi tantangan emisi karbon. Upaya-upaya ini mencakup berbagai sektor dan pendekatan:

1. Sektor LULUCF (Forestry and Other Land Use):
Sebagai salah satu paru-paru dunia, hutan Indonesia memegang peranan vital. Upaya di sektor ini meliputi:

  • Penghentian Deforestasi dan Degradasi Hutan: Melalui moratorium izin baru di lahan gambut dan hutan primer, penegakan hukum terhadap pembalakan liar, serta restorasi ekosistem yang terdegradasi.
  • Restorasi Gambut: Program restorasi lahan gambut yang rusak sangat penting karena lahan gambut yang terdegradasi merupakan sumber emisi karbon yang sangat besar. Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) memimpin upaya ini.
  • Rehabilitasi Hutan dan Lahan: Penanaman kembali hutan di lahan kritis, agroforestri, dan pengelolaan hutan lestari untuk meningkatkan tutupan hutan dan kapasitas penyerapan karbon.
  • Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan: Melibatkan patroli, sistem peringatan dini, dan edukasi masyarakat untuk mencegah kebakaran yang seringkali menjadi sumber emisi karbon terbesar.
  • Pembangunan Berkelanjutan Berbasis Komunitas: Melibatkan masyarakat adat dan lokal dalam pengelolaan hutan dan lahan, memberikan insentif untuk praktik berkelanjutan.
  • Program Indonesia’s FOLU Net Sink 2030: Ini adalah target ambisius untuk mencapai serapan bersih (net sink) dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan pada tahun 2030, di mana jumlah emisi yang diserap lebih besar daripada yang dilepaskan.

2. Sektor Energi:
Transisi energi merupakan pilar utama dalam pengurangan emisi di sektor ini:

  • Pengembangan Energi Terbarukan (EBT): Indonesia kaya akan potensi EBT seperti hidro, panas bumi, surya, angin, dan biomassa. Pemerintah mendorong investasi dan pengembangan pembangkit listrik EBT, dengan target peningkatan porsi EBT dalam bauran energi nasional. Program seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap, pengembangan panas bumi, dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) berskala besar terus digalakkan.
  • Efisiensi Energi: Mendorong penggunaan teknologi hemat energi di sektor industri, komersial, dan rumah tangga, serta standar efisiensi energi yang lebih ketat untuk peralatan dan bangunan.
  • Elektrifikasi Transportasi: Mendorong penggunaan kendaraan listrik (EV) melalui insentif fiskal, pengembangan infrastruktur pengisian daya, dan transportasi umum berbasis listrik.
  • Pengembangan Teknologi Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon (CCUS): Meskipun masih dalam tahap awal, CCUS memiliki potensi untuk mengurangi emisi dari pembangkit listrik tenaga fosil yang ada dan industri berat.

3. Sektor Industri:

  • Penerapan Teknologi Bersih: Mendorong industri untuk mengadopsi proses produksi yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
  • Ekonomi Sirkular: Mendorong daur ulang dan penggunaan kembali material untuk mengurangi konsumsi sumber daya dan limbah.

4. Sektor Limbah:

  • Pengelolaan Limbah Terpadu: Peningkatan fasilitas pengelolaan limbah, termasuk pemanfaatan limbah menjadi energi (waste-to-energy), daur ulang, dan kompos, untuk mengurangi emisi metana dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
  • Gerakan 3R (Reduce, Reuse, Recycle): Mendorong partisipasi masyarakat dalam mengurangi produksi limbah.

5. Sektor Pertanian:

  • Pertanian Cerdas Iklim (Climate-Smart Agriculture): Menerapkan praktik pertanian yang mengurangi emisi GRK (misalnya, pengelolaan air yang efisien di sawah), meningkatkan ketahanan pangan, dan adaptif terhadap perubahan iklim.
  • Pengelolaan Limbah Peternakan: Pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas untuk mengurangi emisi metana.

6. Kebijakan dan Kerangka Regulasi:

  • Pajak Karbon: Implementasi pajak karbon bertujuan untuk memberikan insentif ekonomi bagi perusahaan untuk mengurangi emisi mereka.
  • Perdagangan Karbon (Emissions Trading System – ETS): Pengembangan mekanisme pasar karbon yang memungkinkan perusahaan untuk membeli dan menjual izin emisi, mendorong efisiensi dalam pengurangan emisi.
  • Peraturan Presiden dan Kementerian: Penerbitan berbagai regulasi yang mendukung upaya mitigasi, seperti Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan standar emisi kendaraan.
  • Sistem Registri Nasional (SRN) Pengendalian Perubahan Iklim: Platform untuk memantau, melaporkan, dan memverifikasi aksi mitigasi dan adaptasi.

Target Nasional Indonesia: Ambisi dan Komitmen

Indonesia telah menunjukkan komitmen kuatnya terhadap mitigasi perubahan iklim melalui penetapan target nasional yang ambisius:

1. Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (Nationally Determined Contribution – NDC):
Indonesia telah memperbarui target NDC-nya, yang merupakan komitmen setiap negara di bawah Perjanjian Paris. Dalam dokumen NDC terbaru, Indonesia menargetkan pengurangan emisi GRK:

  • Tanpa syarat (Unconditional Target): Mengurangi emisi sebesar 31.89% pada tahun 2030 dibandingkan dengan skenario business as usual (BAU) dengan upaya sendiri.
  • Dengan syarat (Conditional Target): Mengurangi emisi sebesar 43.2% pada tahun 2030, dengan dukungan internasional berupa bantuan finansial, transfer teknologi, dan peningkatan kapasitas.
    Target yang diperbarui ini menunjukkan peningkatan ambisi dibandingkan NDC awal Indonesia (29% dan 41%), mencerminkan kesadaran akan urgensi dan kapasitas nasional yang terus meningkat.

2. Menuju Net Zero Emission (NZE) 2060 atau Lebih Cepat:
Indonesia juga telah berkomitmen untuk mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat. Ini adalah tujuan jangka panjang yang sangat ambisius, yang memerlukan transformasi fundamental di semua sektor ekonomi. Untuk mencapai NZE, Indonesia sedang menyusun strategi jangka panjang rendah karbon dan ketahanan iklim, yang mencakup:

  • Pengembangan peta jalan transisi energi yang masif dari fosil ke energi terbarukan.
  • Inisiatif FOLU Net Sink 2030 sebagai langkah awal yang krusial.
  • Pengembangan teknologi penangkapan karbon dan hidrogen hijau.
  • Peningkatan efisiensi di semua sektor.

3. FOLU Net Sink 2030:
Sebagai bagian integral dari NDC dan NZE, target FOLU Net Sink 2030 adalah inisiatif spesifik yang menargetkan sektor kehutanan dan penggunaan lahan. Ini berarti bahwa pada tahun 2030, sektor FOLU diharapkan dapat menyerap lebih banyak emisi daripada yang dilepaskannya, menjadikannya penyerap karbon bersih. Pencapaian target ini sangat penting mengingat sejarah emisi dari sektor ini dan potensi besar hutan Indonesia dalam mitigasi iklim.

Tantangan dan Peluang

Meskipun upaya dan target yang ditetapkan sangat ambisius, Indonesia menghadapi berbagai tantangan dalam implementasinya:

  • Pendanaan: Transisi menuju ekonomi rendah karbon memerlukan investasi besar, baik dari pemerintah maupun sektor swasta.
  • Teknologi: Keterbatasan akses terhadap teknologi rendah karbon yang canggih dan mahal.
  • Kapasitas Sumber Daya Manusia: Kebutuhan akan tenaga ahli dan terampil di bidang energi terbarukan, pengelolaan lingkungan, dan teknologi hijau.
  • Koordinasi dan Sinkronisasi Kebijakan: Memastikan semua kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah bergerak dalam satu visi dan koordinasi yang efektif.
  • Kepentingan Ekonomi: Keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan perlindungan lingkungan.

Namun, di balik tantangan tersebut, terdapat peluang besar:

  • Ekonomi Hijau: Pengembangan sektor energi terbarukan dan industri hijau dapat menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
  • Investasi: Komitmen iklim yang kuat dapat menarik investasi asing dan domestik di sektor-sektor hijau.
  • Ketahanan Energi: Diversifikasi sumber energi mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang fluktuatif harganya.
  • Kepemimpinan Global: Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai pemimpin regional dan global dalam aksi iklim.

Kesimpulan

Upaya pengurangan emisi karbon dan penetapan target nasional oleh Indonesia merupakan langkah konkret dan krusial dalam menghadapi krisis iklim. Dari revitalisasi sektor kehutanan hingga transisi energi yang ambisius, pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen yang kuat. Target NDC yang diperbarui dan visi Net Zero Emission 2060 atau lebih cepat adalah bukti keseriusan ini.

Namun, perjalanan menuju bumi lestari ini bukanlah tugas yang mudah. Diperlukan kolaborasi erat antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, masyarakat sipil, dan dukungan internasional. Dengan tekad yang kuat, inovasi, investasi yang berkelanjutan, dan partisipasi aktif seluruh elemen bangsa, Indonesia dapat mencapai target-targetnya, mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, dan berkontribusi signifikan pada upaya global untuk menjaga suhu bumi agar tetap dalam batas aman. Masa depan yang lebih hijau, bersih, dan berkelanjutan ada di tangan kita, dan Indonesia siap memainkan perannya secara penuh.

Exit mobile version