Reformasi Partai Politik: Apa yang Harus Dibenahi?

Reformasi Partai Politik: Apa yang Harus Dibenahi? Menuju Demokrasi yang Lebih Matang dan Berintegritas

Partai politik adalah pilar utama demokrasi. Dalam sistem multipartai seperti di Indonesia, partai menjadi jembatan aspirasi rakyat menuju kebijakan publik, motor penggerak roda pemerintahan, serta arena kompetisi gagasan untuk kemajuan bangsa. Namun, dalam perjalanannya, partai politik di Indonesia seringkali dihadapkan pada kritik tajam dan kehilangan kepercayaan publik. Anggapan bahwa partai hanya menjadi "kendaraan politik" untuk meraih kekuasaan, bukan instrumen perjuangan ideologi atau program, semakin menguat. Oleh karena itu, reformasi partai politik menjadi keniscayaan demi mewujudkan demokrasi yang lebih sehat, partisipatif, dan berintegritas.

Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah: apa yang harus dibenahi dari partai politik di Indonesia? Pembenahan ini harus bersifat komprehensif, menyentuh aspek internal, eksternal, hingga kerangka regulasi yang menaunginya.

1. Pembenahan Internal: Mendorong Demokrasi dan Meritokrasi dalam Partai

Salah satu kritik terbesar terhadap partai politik di Indonesia adalah minimnya praktik demokrasi internal. Keputusan seringkali terkonsentrasi di tangan segelintir elite atau bahkan satu individu, mengabaikan suara anggota dan mekanisme organisasi. Fenomena oligarki partai ini memiliki dampak serius:

  • Minimnya Regenerasi dan Kaderisasi Berbasis Meritokrasi: Pimpinan partai cenderung diisi oleh figur yang sama atau kerabat dekat, menghambat munculnya talenta baru yang cakap dan berintegritas. Loyalitas pribadi seringkali lebih diutamakan daripada kapasitas dan rekam jejak.
  • Praktik "Mahar Politik": Proses pencalonan di berbagai tingkatan (legislatif maupun eksekutif) kerap diwarnai dugaan adanya transaksi finansial atau "mahar politik," yang mencederai prinsip kesetaraan dan membuka pintu korupsi.
  • Lemahnya Akuntabilitas Internal: Anggota partai sulit mengawasi atau mengoreksi kebijakan pimpinan jika mekanisme demokratis internal tidak berjalan. Ini membuat partai rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan oleh elite.

Apa yang harus dibenahi? Partai harus mengadopsi mekanisme pemilihan pimpinan dan calon legislatif/eksekutif yang lebih transparan, akuntabel, dan partisipatif. Pemberian bobot lebih pada suara anggota di tingkat bawah, penerapan sistem one member one vote, serta pembentukan komite seleksi independen untuk calon, dapat menjadi langkah awal. Selain itu, perlu ada code of conduct yang jelas dan sanksi tegas bagi pelanggaran etika dan praktik koruptif di internal partai. Program kaderisasi harus didasarkan pada kompetensi, integritas, dan pemahaman ideologi partai, bukan semata loyalitas buta.

2. Pembenahan Ideologi, Visi, dan Orientasi Programatik

Banyak partai politik di Indonesia dituding sebagai "partai gado-gado" yang tidak memiliki ideologi atau platform yang jelas. Mereka cenderung pragmatis dan oportunistik, mengubah haluan politik demi kekuasaan, bukan karena konsistensi perjuangan.

  • Identitas Politik yang Buram: Minimnya ideologi yang kokoh membuat partai sulit dibedakan satu sama lain, selain dari figur pemimpinnya. Ini membingungkan pemilih dan membuat mereka sulit mengidentifikasi partai yang benar-benar mewakili aspirasi mereka.
  • Politik Transaksional, Bukan Programatik: Fokus partai lebih kepada perebutan kursi kekuasaan daripada perumusan kebijakan publik yang konkret dan berkelanjutan. Kampanye politik seringkali diwarnai janji-janji populis tanpa dasar yang kuat atau justru lebih menonjolkan serangan personal daripada adu gagasan.

Apa yang harus dibenahi? Partai harus kembali menegaskan ideologi atau platform politiknya secara konsisten. Ini bukan berarti harus kaku, melainkan memiliki panduan nilai dan prinsip yang jelas dalam merumuskan kebijakan. Partai harus berinvestasi pada riset dan pengembangan kebijakan, memiliki "think tank" internal yang kuat, serta melibatkan pakar dan masyarakat sipil dalam merumuskan program. Orientasi harus bergeser dari "apa yang bisa partai dapatkan" menjadi "apa yang bisa partai berikan" kepada masyarakat melalui kebijakan publik yang berpihak pada rakyat.

3. Pembenahan Pendanaan Partai: Transparansi dan Akuntabilitas

Pendanaan partai politik adalah salah satu isu paling krusial dan sering menjadi akar korupsi. Biaya politik yang tinggi, baik untuk operasional partai maupun kampanye pemilu, mendorong praktik-praktik ilegal dan tidak transparan.

  • Sumber Dana yang Tidak Jelas: Banyak partai diduga menerima sumbangan dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan, seringkali tanpa pelaporan yang memadai. Ini membuka peluang state capture di mana kebijakan publik dapat "dibeli" oleh donatur.
  • Tingginya Biaya Politik: Mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau anggota legislatif membutuhkan modal finansial yang sangat besar, mendorong calon untuk mencari "sponsor" yang pada akhirnya menuntut imbalan.

Apa yang harus dibenahi?

  • Transparansi Penuh: Wajibkan partai untuk melaporkan semua sumber dan penggunaan dana secara detail dan terbuka kepada publik, tidak hanya kepada auditor negara. Identitas donatur, terutama yang sumbangannya signifikan, harus diungkap.
  • Audit Independen: Laporan keuangan partai harus diaudit secara independen oleh lembaga eksternal yang kredibel, bukan hanya auditor pemerintah.
  • Penguatan Pendanaan Negara: Pertimbangkan peningkatan pendanaan negara kepada partai politik, namun dengan syarat yang ketat, seperti kewajiban transparansi, akuntabilitas, dan pencapaian kinerja (misalnya dalam hal kaderisasi atau partisipasi publik). Ini dapat mengurangi ketergantungan partai pada sumbangan swasta yang bermasalah.
  • Pembatasan Sumbangan: Batasi jumlah sumbangan dari individu dan korporasi, serta larang sumbangan dari entitas asing atau yang tidak jelas identitasnya.
  • Pengawasan yang Ketat: Perkuat peran Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam mengawasi dan menindak pelanggaran terkait pendanaan partai dan kampanye.

4. Pembenahan Peran Partai dalam Pengawasan dan Pemberantasan Korupsi

Partai politik, melalui fraksi-fraksinya di DPR/DPRD, memiliki peran vital dalam fungsi pengawasan terhadap eksekutif. Namun, seringkali fungsi ini lemah, bahkan partai menjadi bagian dari masalah korupsi itu sendiri.

  • Lemahnya Fungsi Pengawasan: Solidaritas partai seringkali mengalahkan fungsi pengawasan, terutama jika kepala daerah atau menteri berasal dari partai yang sama. Ini membuat pengawasan legislatif tumpul.
  • Partai Terlibat Korupsi: Banyak kasus korupsi melibatkan kader partai, baik di eksekutif maupun legislatif. Partai seringkali lambat atau enggan memberikan sanksi tegas kepada kadernya yang terbukti korupsi, bahkan cenderung melindungi.

Apa yang harus dibenahi?

  • Membangun Budaya Anti-Korupsi: Partai harus memiliki mekanisme internal yang kuat untuk mencegah dan menindak kadernya yang terlibat korupsi. Ini termasuk pembentukan komite etik independen, pakta integritas bagi seluruh anggota, dan sanksi pemecatan yang tegas tanpa pandang bulu.
  • Mendukung Penegakan Hukum: Partai harus secara aktif mendukung upaya pemberantasan korupsi oleh KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan, bukan menghalang-halangi atau melakukan intervensi.
  • Mendorong Reformasi Birokrasi: Partai harus menjadi pelopor dalam mendorong reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik di semua tingkatan, memastikan kebijakan yang transparan dan akuntabel.

5. Pembenahan Kerangka Hukum dan Penegakan Aturan

Undang-Undang Partai Politik dan peraturan terkait lainnya adalah fondasi hukum yang mengatur kehidupan partai. Jika regulasi ini lemah atau penegakannya longgar, maka upaya reformasi akan terhambat.

  • Revisi Undang-Undang Partai Politik: Undang-Undang yang ada perlu direvisi untuk memperkuat prinsip demokrasi internal, transparansi pendanaan, dan akuntabilitas partai. Misalnya, kewajiban partai untuk memiliki sistem pengaduan internal, kewajiban menggelar musyawarah anggota secara berkala, atau mekanisme recall anggota yang korup.
  • Penguatan Lembaga Pengawas: KPU dan Bawaslu harus diberi kewenangan dan sumber daya yang lebih besar untuk mengawasi partai, terutama terkait pendanaan dan kepatuhan terhadap aturan. Sanksi yang tegas dan konsisten harus diterapkan bagi partai yang melanggar.
  • Pendidikan Politik Berkelanjutan: Pemerintah dan partai politik harus bekerja sama untuk meningkatkan pendidikan politik bagi masyarakat, sehingga mereka menjadi pemilih yang cerdas dan mampu menuntut akuntabilitas dari partai.

Tantangan dan Harapan

Reformasi partai politik bukanlah pekerjaan mudah. Ia akan menghadapi resistensi dari pihak-pihak yang diuntungkan oleh sistem yang ada. Elite partai yang telah nyaman dengan oligarki, atau pihak-pihak yang mendapat keuntungan dari pendanaan gelap, tentu akan menolak perubahan. Namun, desakan publik dan kebutuhan akan demokrasi yang lebih berkualitas harus menjadi pendorong utama.

Masa depan demokrasi Indonesia sangat bergantung pada kesehatan partai politiknya. Partai yang demokratis secara internal, berintegritas, berorientasi pada program, dan akuntabel dalam pendanaannya akan mampu menghasilkan pemimpin-pemimpin berkualitas, kebijakan publik yang pro-rakyat, dan pada akhirnya, meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi itu sendiri. Reformasi partai politik bukan hanya tanggung jawab partai, tetapi juga seluruh elemen masyarakat, akademisi, dan pemerintah untuk bersama-sama mendorong perubahan yang esensial ini. Hanya dengan partai yang dibenahi secara mendasar, Indonesia dapat melangkah menuju demokrasi yang lebih matang, berintegritas, dan benar-benar melayani kepentingan rakyat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *