Menguak Kompleksitas Banjir Banjarmasin: Dari Ancaman Abadi Menuju Kota Air yang Tangguh
Pendahuluan: Identitas Banjarmasin dan Tantangan Abadi
Banjarmasin, Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan, adalah sebuah kota yang unik. Dikenal sebagai "Kota Seribu Sungai," identitasnya sangat lekat dengan air. Jaringan sungai dan kanal yang membelah kota telah membentuk pola kehidupan, budaya, dan ekonomi masyarakatnya selama berabad-abad. Pasar terapung yang legendaris, rumah-rumah panggung di tepian sungai, dan perahu-perahu kecil yang hilir mudik adalah gambaran yang melekat erat dengan Banjarmasin. Namun, keunikan ini juga membawa tantangan besar: ancaman banjir yang seolah menjadi tamu tahunan, bahkan terkadang menjadi bencana besar yang melumpuhkan.
Banjir di Banjarmasin bukan sekadar genangan air biasa. Ia adalah cerminan dari kompleksitas interaksi antara faktor geografis, hidrologis, antropogenik, dan perubahan iklim global. Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa Banjarmasin begitu rentan terhadap banjir, dampak-dampak yang ditimbulkannya, serta berbagai upaya mitigasi dan adaptasi yang sedang dan harus terus dilakukan untuk mewujudkan visi Banjarmasin sebagai kota air yang tangguh.
Sejarah dan Konteks Geografis: Hidup di Atas Air
Secara geografis, Banjarmasin terletak di dataran rendah delta Sungai Barito dan Sungai Martapura, dikelilingi oleh banyak anak sungai dan kanal alam maupun buatan. Ketinggian permukaan tanah di banyak wilayah kota ini bahkan berada di bawah permukaan laut pasang, menjadikannya sangat rentan terhadap intrusi air laut saat pasang tinggi (rob). Kondisi ini telah lama disadari oleh nenek moyang masyarakat Banjar, yang kemudian mengembangkan kearifan lokal berupa rumah-rumah panggung dan transportasi air sebagai bentuk adaptasi.
Namun, seiring dengan pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang pesat, lahan-lahan rawa dan bantaran sungai yang sebelumnya berfungsi sebagai penampung air alami semakin banyak yang beralih fungsi menjadi permukiman, jalan, atau pusat komersial. Proses reklamasi dan penimbunan yang tidak terkontrol, seringkali tanpa perencanaan drainase yang memadai, memperparah kondisi kota. Kapasitas sungai dan kanal yang menyempit akibat sedimentasi dan sampah juga mengurangi kemampuan kota untuk mengalirkan air, baik dari curah hujan lokal maupun kiriman dari hulu.
Banjir Besar 2021: Titik Balik Kesadaran
Meskipun banjir adalah fenomena rutin, banjir besar yang melanda Banjarmasin pada awal tahun 2021 menjadi titik balik yang mengguncang. Curah hujan ekstrem yang terjadi selama beberapa hari, ditambah dengan pasang air laut yang tinggi, dan aliran air dari daerah hulu Sungai Barito dan Martapura yang meluap, menciptakan kombinasi sempurna untuk bencana hidrologi yang masif.
Lebih dari separuh wilayah kota terendam, dengan kedalaman bervariasi dari puluhan sentimeter hingga lebih dari satu meter di beberapa titik. Ribuan rumah terendam, memaksa puluhan ribu warga mengungsi ke tempat yang lebih aman. Infrastruktur vital seperti jalan, jembatan, dan fasilitas publik lumpuh. Aktivitas ekonomi terhenti total, menyebabkan kerugian materi yang sangat besar. Dampak psikologis dan sosial juga tidak kalah parah, dengan trauma mendalam yang dirasakan oleh banyak warga.
Banjir 2021 bukan hanya bencana lokal, tetapi juga menarik perhatian nasional, bahkan internasional. Ini menjadi pengingat keras bahwa masalah banjir di Banjarmasin tidak bisa lagi dianggap remeh atau hanya diatasi dengan solusi jangka pendek. Perlu pendekatan yang lebih holistik dan berkelanjutan.
Analisis Penyebab Banjir: Multidimensionalitas Masalah
Memahami akar masalah banjir di Banjarmasin memerlukan pandangan yang multidimensional, mencakup faktor alam dan antropogenik:
-
Faktor Alam:
- Curah Hujan Ekstrem: Peningkatan intensitas dan frekuensi curah hujan lebat, yang diduga kuat terkait dengan perubahan iklim global, menjadi pemicu utama. Sistem drainase kota tidak dirancang untuk menampung volume air sebesar itu dalam waktu singkat.
- Pasang Air Laut (Rob): Posisi Banjarmasin yang dekat dengan muara sungai dan ketinggian topografi yang rendah membuat kota ini sangat rentan terhadap fenomena rob. Saat terjadi pasang maksimum, air laut dapat masuk ke daratan melalui sungai-sungai dan menghambat aliran air dari daratan ke laut.
- Air Kiriman dari Hulu: Banjarmasin adalah daerah hilir dari sistem DAS Barito dan Martapura. Ketika terjadi hujan lebat di daerah hulu (misalnya di pegunungan Meratus), volume air yang besar akan mengalir ke hilir dan membanjiri Banjarmasin. Degradasi lingkungan di hulu, seperti deforestasi dan aktivitas pertambangan, mempercepat laju aliran air dan meningkatkan volume sedimen yang terbawa.
- Penurunan Muka Tanah (Subsiden): Studi menunjukkan bahwa Banjarmasin mengalami penurunan muka tanah (subsiden) yang signifikan, sebagian disebabkan oleh ekstraksi air tanah yang berlebihan dan sebagian lagi karena proses konsolidasi alami tanah gambut. Subsiden ini membuat kota semakin "tenggelam" dan rentan terhadap genangan.
-
Faktor Antropogenik:
- Tata Ruang yang Tidak Optimal: Pembangunan yang masif dan tidak terkontrol, seringkali mengabaikan fungsi ekologis lahan sebagai resapan air atau daerah retensi. Penutupan lahan terbuka hijau dengan beton dan aspal mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air.
- Permasalahan Drainase: Sistem drainase kota, yang terdiri dari sungai, kanal, dan gorong-gorong, seringkali tidak berfungsi optimal. Sedimentasi, penumpukan sampah, dan penyempitan akibat bangunan liar mengurangi kapasitas saluran air. Banyak gorong-gorong yang tidak terhubung atau ukurannya tidak memadai.
- Perilaku Masyarakat: Kebiasaan membuang sampah sembarangan ke sungai dan kanal adalah kontributor besar masalah drainase. Sampah-sampah ini menyumbat aliran air, membentuk tumpukan yang memperparah genangan.
Dampak Banjir: Rantai Kerugian yang Berlipat
Dampak banjir di Banjarmasin menyentuh berbagai aspek kehidupan:
-
Sosial dan Kesehatan:
- Pengungsian dan Dislokasi: Ribuan warga terpaksa mengungsi, meninggalkan rumah dan harta benda mereka. Ini menciptakan kerentanan sosial dan ketidaknyamanan yang besar.
- Risiko Kesehatan: Air banjir yang kotor dapat menjadi media penularan berbagai penyakit seperti diare, leptospirosis, dan penyakit kulit. Sanitasi yang buruk selama banjir juga meningkatkan risiko ini.
- Dampak Psikologis: Trauma dan stres pasca-banjir dapat dialami oleh korban, terutama anak-anak, yang dapat memengaruhi kualitas hidup dan produktivitas mereka.
- Gangguan Pendidikan: Sekolah-sekolah seringkali ditutup atau digunakan sebagai posko pengungsian, mengganggu proses belajar mengajar.
-
Ekonomi:
- Kerugian Materi: Kerusakan rumah, perabot, kendaraan, dan barang dagangan mengakibatkan kerugian finansial yang sangat besar bagi individu dan bisnis.
- Kelumpuhan Ekonomi: Aktivitas perdagangan dan jasa terhenti, mengganggu rantai pasok dan produksi. Banyak usaha kecil menengah (UKM) yang terpaksa gulung tikar.
- Kerusakan Infrastruktur: Jalan, jembatan, dan fasilitas umum rusak, memerlukan biaya perbaikan yang besar dan menghambat mobilitas.
- Sektor Pertanian dan Perikanan: Lahan pertanian terendam, gagal panen, dan tambak ikan rusak, merugikan petani dan nelayan.
-
Lingkungan:
- Pencemaran Air: Air banjir membawa serta sampah, limbah rumah tangga, dan kotoran, mencemari sungai dan lingkungan sekitar.
- Degradasi Ekosistem: Ekosistem air tawar dapat terganggu, memengaruhi flora dan fauna lokal.
Upaya Mitigasi dan Adaptasi: Tantangan dan Harapan
Pemerintah Kota Banjarmasin, bekerja sama dengan pemerintah provinsi, pusat, dan berbagai pihak, telah dan terus melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah banjir. Namun, tantangannya tidak kecil.
- Normalisasi Sungai dan Kanal: Pengerukan (dredging) dan pelebaran sungai serta kanal adalah upaya penting untuk meningkatkan kapasitas aliran air. Proyek-proyek seperti normalisasi Sungai Martapura dan beberapa anak sungai terus digalakkan.
- Pembangunan Infrastruktur Pengendali Banjir: Pembangunan tanggul, pintu air, dan sistem polder dengan pompa air adalah solusi teknis untuk mengendalikan genangan, terutama di daerah-daerah rendah.
- Perbaikan Tata Ruang dan Drainase Kota: Peninjauan kembali rencana tata ruang kota untuk membatasi pembangunan di daerah resapan air, serta pembangunan gorong-gorong dan saluran drainase yang memadai dan terintegrasi. Program-program pembersihan dan revitalisasi kanal juga terus digalakkan.
- Edukasi dan Partisipasi Masyarakat: Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan sungai, tidak membuang sampah sembarangan, serta melestarikan lingkungan. Program "Gerakan Jumat Bersih" dan komunitas peduli sungai adalah contoh inisiatif yang melibatkan masyarakat.
- Sistem Peringatan Dini: Pengembangan sistem peringatan dini banjir yang akurat dan cepat, dengan memanfaatkan teknologi informasi, agar masyarakat memiliki waktu yang cukup untuk bersiap dan mengungsi.
- Kerja Sama Lintas Sektoral dan Regional: Mengingat Banjarmasin adalah daerah hilir, koordinasi dengan daerah hulu dalam pengelolaan DAS Barito dan Martapura sangat krusial. Ini termasuk upaya reboisasi dan pencegahan deforestasi di hulu.
- Adaptasi Arsitektur dan Infrastruktur: Mendorong pembangunan rumah dan bangunan yang adaptif terhadap banjir, seperti rumah panggung modern atau bangunan dengan fondasi yang ditinggikan.
Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, tantangan tetap besar. Pendanaan yang memadai, koordinasi antar instansi yang kompleks, perubahan iklim yang tidak menentu, serta kesadaran dan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat adalah kunci keberhasilan. Proyek-proyek besar memerlukan waktu dan komitmen jangka panjang.
Banjarmasin Masa Depan: Kota Air yang Tangguh?
Visi Banjarmasin sebagai "Kota Air yang Tangguh" bukanlah sekadar impian, melainkan keharusan. Ini berarti Banjarmasin tidak hanya harus mampu mengurangi risiko banjir, tetapi juga belajar hidup berdampingan dengan air, menjadikan air sebagai aset dan bukan hanya ancaman. Konsep kota air yang tangguh mencakup adaptasi ekologis, sosial, dan teknis.
Pemerintah dan masyarakat Banjarmasin memiliki potensi besar untuk mencapai visi ini. Dengan sejarah panjang adaptasi terhadap lingkungan air, kearifan lokal dapat dipadukan dengan teknologi modern. Revitalisasi sungai dan kanal tidak hanya untuk drainase, tetapi juga untuk menghidupkan kembali fungsi sosial, ekonomi, dan estetika sungai sebagai urat nadi kota. Pendidikan lingkungan sejak dini juga akan menumbuhkan generasi yang lebih peduli terhadap keberlanjutan lingkungan.
Kesimpulan
Banjir di Banjarmasin adalah fenomena kompleks yang melibatkan interaksi rumit antara faktor alam dan aktivitas manusia. Banjir besar 2021 menjadi peringatan keras akan urgensi penanganan yang komprehensif. Mengatasi masalah ini memerlukan pendekatan multidimensional, mulai dari perbaikan infrastruktur, penataan ruang yang bijak, restorasi lingkungan di hulu, hingga perubahan perilaku masyarakat.
Perjalanan Banjarmasin dari ancaman abadi banjir menuju kota air yang tangguh akan panjang dan penuh tantangan. Namun, dengan komitmen politik yang kuat, kerja sama lintas sektor, dukungan teknologi, dan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat, Banjarmasin memiliki peluang untuk membuktikan bahwa identitasnya sebagai "Kota Seribu Sungai" adalah kekuatan, bukan kelemahan, dan menjadi contoh bagaimana sebuah kota dapat hidup harmonis dan tangguh di tengah tantangan perubahan iklim global. Masa depan Banjarmasin terletak pada kemampuannya untuk beradaptasi, berinovasi, dan terus merawat warisan airnya dengan bijaksana.